Jakarta, MinergyNews– Kementerian Eneri Dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengundang instansi-instansi terkait untuk membahas payung hukum percepatan kendaraan listrik untuk sektor transportasi. Dukungan mengalir selain dari Kementerian dan lembaga pemerintahan, kalangan industry automotive, asosiasi dan juga dari akademisi. Program percepatan kendaraan mobil listrik di sektor transportasi mendapat respon positif dari berbagai kalangan antara lain dari kalangan akademisi, dan pengusaha. Pertemuan kali ini merupakan kelanjutan dari 8 pertemuan sebelumnya dan dilakukan dalam format focus group discussion (FGD).
Program mobil listrik diharapkan akan membawa manfaat bagi Indonesia seperti, pengurangan emisi dari gas buang sehingga membuat lingkungan lebih berlih, kedua membawa Indonesia menjadi lebih maju, untuk bisnis yang lebih baik, kemandirian energi, hemat devisa, karena itu menurut Menteri ESDM, Ignasius Jonan tinggal dibuat saja roadmapnya bagaimana pelaksanaannya.
“Presiden menginginkan bahwa Indonesia juga tidak tertinggal dalam penggunaan kendaraan listrik seperti yang dilakukan di banyak Negara terutama Negara-negara besar. Bapak Presiden menyarankan, apakah harus dibuat regulasi, Peraturan Pemerintah atau Peraturan Presiden,” ujar Menteri ESDM dalam konferensi pers usai rapat antar instansi dan lembaga terkait pembuatan regulasi percepatan kendaraan listrik untuk sektor transportasi.
Dukungan percepatan kendaraan listrik untuk sektor trasportasi ini mendapat dukungan dari banyak pihak antara lain dari Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (GAIKINDO) yang dinyatakan oleh Sekretaris Umumnya, Kukuh Kumara. “Gaikindo siap untuk melaksanakan isi dari Peraturan Presiden atau Peraturan Pemerintah yang akan dikeluarkan untuk percepatan kendaraan listrik untuk transportasi. “Kan Gaikindo sudah punya macam-macam produk mobil listrik tinggal masalahnya kapan mau dibawa kesini dengan harga yang terjangkau. Dan kalau mau di produksi di Indonesia jumlah itu diperhitungkan dan dari kami sendiri itu inginnya diproduksi sendiri bukan impor CBUnya,”ujar Kukuh.
Dalam pengembangan mobil listrik, kita ini lanjut Kukuh, bersaing dengan Thailand yang juga saat ini sedang mengembangkan hal yang sama, namun masih menurut Kukuh, di Indonesia volumenya lebih menjanjikan dan kita tentunya harus mendukung keinginan Bapak Presiden Republik Indonesia yang ingin menjadikan Indonesia bukan hanya sebagai Negara berbasis industry namun juga berbasis teknologi.
“Nah ini yang harus kita lakukan sinergi bersama antara pemerintah dengan pengusaha masing-masing pada bagiannya,” lanjut Kukuh.
Kukuh menambahkan, harga mobil listrik saat ini masih lebih mahal dibandingkan dengan harga mobil berbahan bakar minyak yakni sekitar 20-30%. Hal ini menurut Kukuh yang harus dicari solusinya agar harganya dapat terjangkau oleh konsumen Indonesia. “Diperlukan insentif yang lebih panjang. Industry automotive itu bukan industry dadakan tetapi industry yang memerlukan komitmen jangka panjang. Kalau kita ngomong lima tahun itu baru satu model, jadi memerlukan komitmen jangka panjang yang mungkin memerlukan tax holiday selama 10 hingga 15 tahun untuk invest di Indonesia menjadi lebih menarik untuk investor,” pungkas Kukuh.