Jakarta, MinergyNews– Rusia mengaku ingin berinvestasi dengan membangun pembangkit listrik tenaga nuklir di Indonesia untuk memastikan pemerataan pasokan energi di negara dengan elektrifikasi yang baru mencapai 89,5 persen.
“Kami berpendapat bahwa kebutuhan listrik di Indonesia tidak akan dapat terpenuhi hanya dengan cara konvensional, oleh karena itulah kami menawarkan pembangkit listrik tenaga nuklir,” kata Duta Besar Rusia untuk Indonesia, Mikhail Galuzin dikutip dari Antara.
Galuzin menceritakan bahwa Moskow sudah punya pengalaman banyak dalam membangun pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) di banyak negara dunia. Tahun lalu misalnya, perusahaan milik negara Rusia mulai membantu pembangunan PLTN senilai US$ 10 miliar di Iran.
Beberapa negara lain yang bekerja sama dengan Rusia untuk listrik tenaga nuklir di antaranya adalah Nigeria, Yordania, dan India.
Pada Mei lalu, perusahaan milik Rusia, Rosatom State Atomic Energy, juga sempat menawarkan proposal serupa kepada Indonesia melalui Menteri Koordinator Kemaritiman, Luhut Pandjaitan. Mereka sudah mengusulkan beberapa tempat pembangunan PLTN, dengan kapasitas lebih dari 1.000 megawatt, yang dinilai bebas dari bencana gempa seperti Pulau Bangka dan Kalimantan Timur.
Namun saat itu Luhut mengatakan bahwa Indonesia belum siap dan masih harus meningkatkan kesadaran publik terlebih dahulu terkait listrik bertenaga nuklir.
Energi nuklir masih menjadi perdebatan di Indonesia. Menurut laporan lembaga World Nuclear Association, Indonesia akan membutuhkan 450 miliar kWh pada 2026 dengan asumsi pertumbuhan permintaan industri sebesar 10,5 persen setiap tahunnya.
Sebagian besar kebutuhan itu kini masih disuplai pembangkit listrik Jawa-Bali, yang menggunakan bahan bakar minyak dan gas, dengan tingkat cadangan yang rendah sehingga listrik sering padam karena tidak mampu memenuhi tingginya permintaan.
Atas situasi itulah, Rusia mengusulkan pembangunan PLTN yang tidak hanya menaikkan rasio eletrifikasi tetapi juga memastikan pasokan tetap bisa diandalkan. Tetapi di sisi lain, limbah dari PLTN yang sangat beracun dan tidak bisa diolah juga sering menjadi bahan pertimbangan para pengambil kebijakan.