Jakarta, MinergyNews– Rencana Menteri BUMN Rini Soemarno untuk membentuk holding di beberapa sektor termasuk energi tidak bisa terwujud segera. Pasalnya, pembentukan holding tersebut masih terkendala proses politik yang alot.
Direktur Jenderal Kekayaan Negara Kementerian Keuangan Sony Loho mengungkapkan proses holding masih menjadi pembahasan panjang di DPR.
“Jadi kami masih komunikasi dulu supaya di DPR juga tidak jadi masalah. Jadi ya kita tunggu proses komunikasi dahulu sebelum RPP (Rancangan Peraturan Pemerintah) soal holding disiapkan,” kata Sony, Selasa (7/4/2017).
Menurut Sony, setelah proses dengan DPR berjalan mulus maka RPP akan dibawa ke Presiden untuk diajukan.
“Jadi belum resmi RPP itu. Belum diajukan saat ini. Kita selesaikan dulu proses politik, supaya tidak ribut nanti kalau sudah jadi PP,” tegasnya.
Seperti diketahui, Menteri Badan Usaha Milik Negara Rini Soemarno memprioritaskan holding sektor minyak dan gas serta tambang berdiri tahun ini di kuartal I-2017.
Dua holding itu merupakan bagian dari enam holding yang akan dibangun Kementerian BUMN. Enam sektor holding itu yakni minyak dan gas, tambang, perbankan dan jasa keuangan, perumahan, konstruksi dan jalan tol, serta pangan.
Rini mengatakan pembentukan dua holding sektor minyak dan gas (migas) serta tambang masih diproses. Nantinya, pembentukan holding membutuhkan peraturan pemerintah. Jadi, bakal dikeluarkan peraturan pemerintah untuk holding migas dan tambang. Sayangnya Menteri Rini harus bersabar karena proses holding ini menuai pro dan kontra di kalangan wakil rakyat.
Sementara itu, secara terpisah Wakil Ketua Komisi VI Azam Azman Natawijana mengungkapkan pembahasan holding tidak akan berjalan selama pemerintah tidak membatalkan PP 72 yang merupakan cikal bakal aturan holding mengenai pengalihan saham BUMN.
Pasalnya, Azam menjelaskan PP 72 memberikan kewenangan yang luar biasa hebatnya bagi pemerintah.
“PP 72 itu berikan kewenangan luar biasa. Sebab itu melepaskan saham BUMN begitu saja tanpa adanya proses pengawasan rakyat. Melalui PP 72 BUMN bisa beralih ke swasta maupun asing. Kita tidak terima,” tegas Azam.
Ia meminta kewenangan pemerintah dalam PP 72 yang memperbolehkan aset BUMN dialihkan ke perusahaan lain untuk dibatalkan.
“Batalkan dulu PP 72. Ini holding masih jauh. PP 72 dulu dibereskan,” katanya.
Menurut Azam lebih jauh, Komisi VI DPR secara tegas menolak pembahasan holding jika pemerintah masih berpatokan pada PP 72. Ia akan menempuh langkah-langkah politik jikalau PP 72 tidak dibatalkan.
“Tidak boleh lah kekayaan negara dialihkan tanpa proses pengawasan dari DPR dan rakyat. Bisa ke mana-mana nantinya BUMN kita dilepas dan dijual,” tutup Azam. (us)