Merasa Jadi Ancaman, AP3I Tolak Relaksasi Ekspor Mineral

Jakarta, MinergyNews–  Terkait dengan adanya kebijakan yang akan membuka kembali keran ekspor nikel dan bauksit, sejumlah pengusaha smelter di dalam negeri merasa kecewa. Pasalnya, aturan tersebut memberikan dampak negatif terhadap komitmen membangun fasilitas pengolahan dan pemurnian mineral (smelter) dan meningkatkan nilai tambah pertambangan sesuai amanat konstitusi.

Hal tersebut seperti yang dikemukakan oleh Wakil Ketua Asosiasi Perusahaan Industri Pengolahan dan Pemurnian Indonesia (AP3I), Jonatan Handojo di Jakarta.

Menurut Jonatan, kalangan pengusaha saat ini masih menunggu kelanjutan dari aturan teknis kebijakan tersebut. Dia mengakui, dampak langsung dari kebijakan tersebut sangat berpengaruh pada iklim investasi di usaha smelter. Bahkan, para penambang sudah tidak bergairah untuk membangun smelter.

“Karena aturan itu, investor sementara ini membatalkan dahulu proyek-proyek yang seharusnya sudah akan dibangun dalam tahun ini. Mereka akan menghidupkan saja smelter yang sudah menganggur di Tiongkok dengan membeli ore dari Indonesia. Dari sisi iklim investasi, Indonesia sudah buruk di mata investor,” ujarnya.

Selain itu, dirinya mengakui, investasi untuk pembangunan smelter bisa mencapai raturan juta dolar dan margin dari operasional smelter sangat tipis. Oleh karenanya, kata dia, seharusnya Pemerintah melindungi pengusaha yang sudah berani membangun smelter.

Jonatan menegaskan, pihaknya berharap relaksasi ekspor ini tidak akan menyebabkan smelter dalam negeri mengalami kesulitan pasokan bahan baku.

“Investasi smelter di Indonesia saat ini menjadi pertanyaan besar. Yang menarik investasi smelter di Indonesia adalah kebijakan larangan ekspor. Bagaimana pun, cadangan mineral mentah di Indonesia masih menarik untuk diolah dan dimurnikan. Tetapi, dengan dibukanya keran ekspor, investasi smelter di Indonesia diragukan mengingat hal krusial dari pembangunan smelter adalah jaminan pasokan bahan baku,” tuturnya.

Berdasarkan data dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Alam (ESDM), saat ini ada 27 pabrik smelter dari 14 perusahaan mineral, dengan total investasi US$ 12 miliar serta klaim menyerap sekitar 15.000 tenaga kerja.

Dalam beberapa tahun kedepan jumlah pabrik pengolahan juga bakal membengkak sehingga kapasitasnya terus meningkat. Beberapa perusahaan yang tercatat memiliki smelter antara lain PT Aneka Tambang, Vale Indonesia, Sulawesi Mining Investment, dan Indoferro. Sebagai gambaran, apabila 27 smelter tersebut semuanya beroperasi maksimal, maka bisa menghasilkan 400.000 ton nikel murni per tahun. Untuk memproduksi 400.000 ton nikel murni membutuhkan sekitar 41 juta ton nikel ore per tahun.   (us)




Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *