Dalam acara tersebut, Presiden Jokowi didampingi Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia serta Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir. Presiden berharap dengan mulai beroperasinya SGAR, impor aluminium dapat dihentikan sepenuhnya.
“Kita tahu, kebutuhan aluminium di dalam negeri mencapai 1,2 juta ton, dan 56% dari itu kita masih penuhi melalui impor. Padahal, kita punya bahan baku sendiri. Dengan adanya SGAR ini, kita bisa produksi sendiri dan tidak perlu impor lagi,” ujar Jokowi.
Jokowi juga menekankan bahwa berhentinya impor aluminium akan mengurangi hilangnya devisa negara, yang selama ini digunakan untuk membeli aluminium dari luar negeri. Jumlah devisa yang terselamatkan diperkirakan mencapai USD3,5 miliar per tahun.
“Setiap tahun, kita kehilangan devisa sekitar USD3,5 miliar atau lebih dari Rp50 triliun hanya karena impor aluminium. Dengan produksi dalam negeri, kita bisa mengurangi ketergantungan tersebut dan menyelamatkan devisa negara,” kata Jokowi.
Proyek SGAR yang dijalankan oleh PT Borneo Alumina Indonesia (BAI) merupakan bentuk sinergi antara dua BUMN besar, yakni PT Inalum (Persero) dan PT ANTAM Tbk, untuk mendukung hilirisasi sektor mineral. Smelter ini akan mengolah bijih bauksit menjadi alumina, yang kemudian dipasok ke Pabrik Peleburan Aluminium PT Inalum di Sumatera Utara.
“Saya sangat senang melihat ekosistem aluminium ini, dari hulu hingga hilir, kini telah terintegrasi dengan baik. Ini menjadi fase pertama yang sudah selesai,” ujar Jokowi dalam sambutannya.
Menteri ESDM Bahlil Lahadalia dan Menteri BUMN Erick Thohir turut menggarisbawahi pentingnya hilirisasi sebagai langkah strategis untuk mengurangi ketergantungan impor. Menurut Erick, hilirisasi bukan lagi sebuah pilihan, melainkan kewajiban untuk mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.
“Kita harus menekan impor agar uang kita tidak terus keluar ke luar negeri. Dampaknya akan sangat besar bagi perekonomian, baik di tingkat daerah maupun nasional. Hilirisasi mineral ini adalah kewajiban untuk memajukan ekonomi bangsa,” tegas Erick.
Proyek SGAR yang dioperasikan oleh PT Borneo Alumina Indonesia (BAI) memiliki nilai investasi sebesar USD 831,5 juta. Saat ini, PT Inalum memiliki 60% saham BAI, sementara PT ANTAM Tbk memegang 40%.
Hingga Maret 2024, kemajuan pembangunan fisik SGAR mencapai 85,69%, dengan detail engineering design (DED) telah rampung 98,74%, pengadaan barang 96,78%, dan konstruksi 64,54% dari target 90,15%. Commissioning dijadwalkan dimulai pada Juni 2024, dengan target produksi alumina pertama pada kuartal III tahun 2024. Kapasitas produksi smelter ini direncanakan mencapai 1 juta ton alumina per tahun, dan target produksi penuh diharapkan tercapai pada kuartal II tahun 2025.
Dengan beroperasinya SGAR, Indonesia diharapkan dapat memperkuat industri aluminium dalam negeri, mengurangi ketergantungan pada impor, dan menghemat devisa negara secara signifikan.