Ini Peranan Bioenergi dalam Usaha Transisi Energi Nasional

Jakarta, MinergyNews– Indonesia telah menetapkan target Nationally Determined Contribution (NDC) yang diperbaharui untuk memitigasi perubahan iklim dengan mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK) sebesar 31,9% pada tahun 2030 dengan skenario business as usual melalui usaha sendiri dan 43,2% dengan bantuan internasional. Selain itu, komitmen lain Indonesia adalah dengan mencapai Net Zero Emission (NZE) pada tahun 2060 atau lebih cepat.

Untuk mewujudkannya, gagasan transisi energi muncul menjadi opsi utama untuk menentukan keberhasilan pencapaian target-target ambisius tersebut, dengan mendayagunakan Energi Baru Terbarukan (EBT) sebagai strategi esensial yang tepat sasaran. Salah satu sumber EBT yang dapat dimanfaatkan ialah bioenergi.

Plt. Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) Jisman P. Hutajulu mengungkapkan bahwa bioenergi memegang peranan yang sangat penting dalam perjalanan menuju NZE, dan merupakan sebagai bagian integral dari strategi untuk mengurangi emisi karbon.

“Bioenergi juga mendukung pertumbuhan ekonomi yang inklusif sebagai EBT. Bioenergi yang terdiri dari biomassa, biogas dan bahan bakar nabati dapat menggantikan bahan bakar fosil di semua sektor terkait pembangkit listrik, bahan bakar untuk sektor industri dan komersil, transportasi dan juga rumah tangga,” ujarnya saat menjadi pembicara kunci acara Seminar Tantangan Industri Bioenergi di Jakarta, Selasa (27/2).

Jisman menyebut, pada tahun 2023 lalu, bioenergi berkontribusi sekitar 60% dari total bauran energi nasional, dimana pada tahun lalu bauran energi nasional tercatat di angka 13,2%. Dengan kata lain, bioenergi berperan besar dengan menyumbang sebesar 7,7% dari capaian bauran energi tersebut.

Peran bioenergi lainnya, imbuh Jisman, adalah dengan penyediaan dan pemanfaatan biodiesel, yang pada tahun 2023 lalu telah disalurkan biodiesel untuk domestik sebesar 12,3 juta KL. Dari angka tersebut mampu menghemat devisa negara lebih dari Rp122 triliun. “Dari biodiesel tersebut juga menurunkan emisi GRK sebesar 132 juta ton CO2 ekuivalen,” tambahnya.

Lebih lanjut, Jisman mengatakan bahwa peluang dan potensi dari bioenergi belum sepenuhnya digarap secara maksimal, sehingga memerlukan keterlibatan dari seluruh stakeholder, kementerian dan lembaga terkait, swasta, akademisi maupun Non-Governmental Organization (NGO), dan masyarakat.

“Kita perlu mencari dan mengembangkan sumber bioenergi alternatif yang berkelanjutan dan tidak bersaing dengan produksi pangan seperti limbah pertanian, sampah kota, dan tanaman khusus energi seperti sorgum dan tanaman lain dimana sawit dapat menjadi benchmark sebagai komoditas yang mempunyai produktivitas tinggi dan harganya cukup terjangkau,” tuturnya.




Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *