Terima Program BPBL, Warga Purbalingga Buka Peluang Usaha

Penghasilannya yang terbatas membuat Salim belum mampu pasang listrik sendiri di rumahnya. “Belum ada modal (untuk pasang listrik sendiri). Selama ini saya menyalur di rumah orang tua, di samping rumah,” tuturnya sambil menujuk rumah di sebelahnya, Purbalingga, Senin (9/10).

Ia berharap dengan adanya listrik di rumahnya, ia bisa membuka usaha. “Saya bersyukur sekali dan terima kasih kepada DPR dan Pemerintah, semoga ke depannya bisa buat usaha, kan sudah ada listrik,” ujar Salim yang ingin membuka usaha kuliner seperti kue pukis dan carabikang.

Salim berkata dirinya tak dipungut biaya untuk program pasang instalasi listrik gratis ini. Program ini memang gratis diberikan kepada masyarakat yang berhak. Selain meningkatkan rasio elektrifikasi, program BPBL juga diharapkan dapat meningkatkan taraf hidup dan kemandirian masyarakat. Dengan memiliki akses listrik sendiri, masyarakat penerima manfaat BPBL diharapkan tidak lagi tergantung penyediaan listrik dari tetangga.

Keluarga Salim sendiri merupakan salah satu dari 1.027 rumah tangga di Kabupaten Purbalingga yang mendapatkan program BPBL dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) cq. Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan. Bantuan yang tersebar di 18 kecamatan di Purbalingga dan merupakan bagian dari total 15.000 penerima manfaat Program Bantuan Pasang Baru Listrik (BPBL) di Provinsi Jawa Tengah.

“Pemerintah kembali memberikan bantuan pasang listrik baru untuk Masyarakat yang kurang mampu di Kabupaten Banyumas sebanyak 2.495 sambungan rumah tangga. Dan terhitung sampai dengan 29 September 2023 telah menyala sebanyak 513 sambungan rumah tangga yang tersebar di 17 kecamatan,” demikian dikatakan Direktur Pembinaan Pengusahaan Ketenagalistrikan Wanhar di acara Peresmian dan Penyalaan Pertama Program BPBL di Desa Cipaku, Kecamatan Mrebet, Kabupaten Purbalingga.

Wanhar menyatakan, program BPBL merupakan upaya Pemerintah meningkatkan akses listrik bagi seluruh Indonesia sehingga tercapai ratio elektrifikasi 100%. “Hingga Juni tahun 2023, Rasio Elektrifikasi (RE) nasional telah mencapai 99,70%, masih terdapat 0,30% rumah tangga belum berlistrik yang sebagian besar tersebar di wilayah terpencil (remote area) khususnya daerah Terdepan, Terluar dan Tertinggal (3T),” kata Wanhar.

“Meskipun tersisa hanya 0,30% (rumah tangga belum berlistrik), namun ini challenging, karena ada yang di pinggir laut, gunung, seberang sungai. Ini menjadi pemikiran pemerintah bagaimana akses listrik bisa menjangkau ke seluruh pelosok Nusantara, ke semua rumah tangga,” lanjut Wanhar.

Sementara itu, Anggota Komisi VII DPR RI Rofik Hananto menyatakan, salah satu parameter daerah dianggap miskin karena tidak ada akses listrik dan yang terasa miris adalah masih banyak rumah tangga belum mendapatkan akses listrik karena ketiadaan biaya padahal di depan rumahnya ada kabel dan tiang listrik .

“Negara hadir untuk melistriki masyarakat karena kenyataannya masih banyak masyarakat belum terlistriki. Kalau disuruh pasang listrik mandiri keberatan karena harga pasang listrik baru mahal,” tutur Rofik.

Oleh karena itu Rofik mengapresiasi sinergi Pemerintah dan PLN bersama DPR untuk melistriki masyarakat yang kurang mampu melalui Program BPBL. “Kita berharap dengan BPBL, Indeks Kemiskinan berkurang,” ujarnya.

Manfaat Program BPBL juga disinggung oleh Plt. Asisten Ekonomi dan Pembangunan yang juga Sekretaris Daerah Kabupaten Purbalingga Mukodam menurutnya Program BPBL merupakan salah satu tanggung jawab pemerintah untuk membantu masyarakat kurang mampu mendapatkan akses listrik.

“Bantuan ini untuk kenyamanan dan keamanan masyarakat. Dengan terpenuhinya kebutuhan listrik,diharapkan tidak ada lagi warga yang melakukan levering (menyalur listrik). Selain berisiko tinggi, dari sisi keamanan juga tentu bertentangan dengan ketentuan hukum yang berlaku,” kata Mukodam.

Tak hanya itu, program ini juga membantu pendidikan anak-anak yang bisa belajar dengan listrik. Hal tersebut disampaikan Direktur Distribusi PT PLN (Persero) Adi Priyanto.

“Anak-anak tak lagi gunakan sempor (lampu minyak tanah), tapi bisa menggunakan lampu listrik dan bisa belajar dengan baik,” ujar Adi.

Ia menyebut untuk Program BPBL pada tahun ini daya listrik yang diberikan 900 VA karena diharapkan daya tersebut cukup untuk aktivitas sehari-hari, termasuk memasak menggunakan rice cooker.

“Memasak dengan ricecooker energinya lebih murah dibanding dengan minyak atau gas. Dengan daya tersebut juga bisa dimanfaatkan untuk usaha lain, misal jualan es,” ungkapnya.




Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *