Jakarta, MinergyNews– Terkait dengan skema gross split, Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arcandra Tahar membantah kabar bahwa penggunaan kontrak bagi hasil gross split akan memicu membanjirnya tenaga kerja asing sebagai dampak kebebasan yang dimiliki KKKS.
Menurut Arcandra, hal itu tidak masuk akal karena gaji tenaga kerja Indonesia justru jauh lebih murah ketimbang tenaga kerja asing.
“Tenaga kerja Indonesia terancam kalau (gajinya) lebih mahal. Ini kan tenaga asing yang lebih mahal,” tegasnya belum lama ini di Jakarta.
Selain itu, tambahnya, pengutamaan penggunaan tenaga kerja Indonesia juga merupakan salah satu ketentuan-ketentuan pokok yang wajib dimuat dalam kontrak bagi hasil gross split.
“Ketentuan-ketentuan pokok lain yang wajib dimuat dalam kontrak gross split adalah kewajiban pasca operasi pertambangan, kewajiban pemasokan minyak dan gas bumi untuk kebutuhan dalam negeri, pengalihan hak dan kewajiban, pengutamaan penggunaan barang dan jasa dalam negeri serta pengembangan masyarakat sekitarnya dan jaminan hak-hak masyarakat adat,” tuturnya.
Penggunaan kontrak bagi hasil gross split ditetapkan Pemerintah dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 08 tahun 2017 tentang Kontrak Bagi Hasil Gross Split. Penetapan ini dengan pertimbangan bahwa dalam rangka pelaksanaan kegiatan usaha hulu migas berdasarkan kontrak bagi hasil yang berorientasi pada peningkatan efisiensi dan efektivitas pola bagi hasil produksi migas, perlu diatur bentuk dan ketentuan-ketentuan pokok bagi hasil tanpa mekanisme pengembalian biaya operasi.
Kontrak bagi hasil gross split adalah suatu kontrak bagi hasil dalam kegiatan usaha hulu migas berdasarkan prinsip pembagian gross produksi tanpa mekanisme pengembalian biaya operasi.
Kontrak gross split menggunakan mekanisme bagi hasil awal (base split) yang dapat disesuaikan berdasarkan komponen variabel dan komponen progresif. Base split untuk minyak adalah 57% bagian negara dan 43% bagian KKKS. Sedangkan gas, 52% bagian negara dan 48% untuk KKKS.
Dalam hal perhitungan komersialisasi lapangan tidak mencapai keekonomian, Menteri ESDM dapat memberikan tambahan persentase paling banyak 5% kepada KKKS. Sebaliknya, apabila perhitungan komersialisasi lapangan melebihi keekonomian tertentu, Menteri ESDM dapat menetapkan tambahan persentase bagi hasil paling banyak 5% untuk negara dari KKKS. (us)