Jakarta, MinergyNews– Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Mineral Dan Batubara telah mengamanatkan perusahaan Kontrak Karya wajib membangun pabrik pengolahan (smelter) dalam waktu lima tahun setelah Undang-Undang diterbitkan.
Direktur Jenderal Mineral dan Batubara (Minerba) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bambang Gatot Aryono menegaskan, kewajiban untuk melakukan pemurnian jika diwajibkan bagi perusahaan izin usaha pertambangan khusus (IUPK) sejak produksi pertama. Yang memiliki hak untuk mengekspor mineral adalah perusahaan yang sedang dan atau sudah membangun smelter.
“Pemerintah akan memastikan perusahaan membangun smelter, perusahaan yang akan ekspor harus membangun smelter dalam waktu lima tahun, begitu enam bulan tidak ada kemajuan, cabut izin ekspornya, kalau cabut ekspor sudah mati,” ujarnya belum lama ini di Jakarta.
Bambang Gatot menjelaskan, pemerintah membentuk tim yang akan mengawasi perkembangan pembangunan smelter periodik enam bulan sekali.
“Dulu tidak ada pengawasan yang dilakukan tim independen enam bulan sekali. Sekarang sesuai dengan Pereaturan Menteri ada tim pengawasan independen yakni independent verificator yang penentuannya akan dilakukan melalui lelang,” tuturnya.
Oleh karena itu, tambahnya, jadi yang mempunyai hak untuk mengekspor mineral ada “ditangan” perusahaan yang sudah membangun atau sedang membangun smelter.
Kebijakan peningkatan nilai mineral, Pemerintah akan terus menjalankan program hilirisasi produk-produk pertambangan. Hilirisasi akan membawa bangsa Indonesia menjadi negara industri yang tidak hanya mengandalkan sumber daya alam sebagai modal pembangunan. Hilirisasi juga akan merubah Indonesia dari negara yang serba konsumtif menjadi negara produktif. (us)