Jakarta, MinergyNews– Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mewakili pemerintah secara resmi menyampaikan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) dalam Rancangan Undang-Undang Energi Baru dan Energi Terbarukan (RUU EBET) pada Rapat Kerja antara Pemerintah, yang terdiri dari Kementerian ESDM, Kementerian BUMN, Kementerian LHK, Kementerian Keuangan, Kementerian Perindustrian, Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, bersama dengan Pimpinan Komite II DPD dalam Rapat Kerja yang digelar oleh Komisi VII DPR RI pada Selasa (29/11).
“Berdasarkan pembahasan yang telah dilakukan oleh internal pemerintah, telah disusun DIM RUU EBET yang terdiri dari 574 nomor, dengan rincian 52 pasal diubah, 10 pasal tetap, dan 11 pasal baru,” ungkap Arifin.
Lebih lanjut, Arifin mengatakan bahwa pokok-pokok substansi dalam DIM RUU EBET terdiri dari 14 poin, diantaranya yaitu tentang transisi energi dan peta jalan. Ia menyebut bahwa pemerintah menyepakati pengaturan transisi energi dan peta jalan, namun dengan penyesuaian urutan substansi, dimulai dari target bauran energi yang mengacu kepada Kebijakan Energi Nasional (KEN), peta jalan dalam transisi energi baik dalam jangka menengah maupun jangka panjang, serta implementasi dari transisi energi tersebut.
Kemudian, sumber EBET pemerintah menyepakati definisi terkait energi, energi terbarukan, dan sumber energi, sumber energi terbarukan dan sumber energi tak terbarukan. “Namun, untuk definisi energi baru dan sumber energi baru, pemerintah mengusulkan perubahan dengan mempertimbangkan kriteria mengikuti standar internasional tentang emisi rendah karbon,” jelas Arifin.
Pokok ketiga, imbuh Arifin, adalah tentang nuklir, pemerintah menyetujui pembentukan Majelis Tenaga Nuklir (MTN) dan selanjutnya mengusulkan kewenangan MTN yaitu terkait dengan pengkajian kebijakan pelaksanaan monitoring dan evaluasi serta penyusunan rekomendasi kebijakan.
“Sedangkan pokok ke-empat ialah mengenai perizinan berusaha, pemerintah mengusulkan adanya perizinan usaha EBET termasuk nuklir yang berbasis resiko sebagai legalitas yang diberikan kepada pelaku usaha untuk menjalankan usaha EBET. Sehingga diharapkan dapat memberikan kepastian hukum, peningkatan investasi, peningkatan TKDN, percepatan EBET dan sebagai payung hukum dalam pembinaan dan pengawasan kegiatan pengusahaan EBET,” pungkasnya.
Sebagai informasi, RUU EBET telah disampaikan oleh DPR kepada pemerintah pada tanggal 14 Juni 2022. RUU EBET merupakan RUU inisiatif DPR yang menjadi prioritas pembahasan dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2022 melalui Keputusan DPR RI Nomor 8/DPR RI/II/2021-2022.