Jakarta, MinergyNews– Sudah genap sebulan para mahasiswa peserta Gerakan Inisiatif Listrik Tenaga Surya (Gerilya) Kampus Merdeka yang diadakan Kementerian ESDM mengikuti pembekalan teori terkait Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) khususnya PLTS Atap. Materi yang disampaikan dalam pembekalan mulai dari teori dasar, regulasi, hingga penggunaan aplikasi Helioscope dalam mendesain PLTS yang dilangsungkan melalui platform pembelajaran Spada Indonesia.
Pada minggu keempat ini para peserta mendapatkan materi kuliah umum terkait kebijakan, tarif dan subsidi listrik dari tiga pembicara utama. Selasa (21/9), Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM, Rida Mulyana, memberikan suntikan motivasi dan pengalaman langsung kepada para peserta Gerilya terkait pengalamannya memimpin subsektor ketenagalistrikan.
“Dalam penyediaan tenaga listrik, ada tiga prinsip yang kami pegang yaitu 3A. Pertama available (memiliki jumlah yang cukup), kedua accessible (dapat diakses dengan adanya infrastruktur), dan yang ketiga affordable (harga yang terjangkau),” ungkap Rida saat menjelaskan arah pengembangan penyediaan listrik di Indonesia.
Selain 3A, Rida juga membagikan prinsipnya dalam bekerja, “3B adalah prinsip saya dalam bekerja. B yang pertama adalah benar, setiap apa yang dilakukan harus mengikuti peraturan. B yang kedua yaitu baik, tidak hanya benar tapi juga harus baik, dan B yang ketiga adalah barakah yaitu melakukan segala sesuatu dengan ikhlas,” pungkas Rida yang juga pernah menjabat Dirjen EBTKE dan juga jabatan strategis lain di Kementerian ESDM tersebut.
Pada hari yang sama, Kepala Sub Direktorat Penyiapan Usaha Ketenagalistrikan, Ditjen Ketenagalistrikan Ferry Triansyah menjelaskan secara rinci mengenai tarif listrik yang diterapkan di Indonesia dan skema penghematan tagihan.
“Struktur dari tarif listrik itu terdiri dari 25 golongan yang bersubsidi dan 13 golongan non-subsidi yang dapat dirinci lagi ke beberapa golongan sesuai dengan daya terpasang,” jelas Ferry saat menerangkan mengenai tarif listrik.
Dijelaskan juga mengenai Tarif Adjustment yaitu penyesuaian harga kembali kepada 13 golongan non subsidi yang sudah tidak lagi mendapat subsidi.
Mengenai banyaknya subsidi yang tidak tepat sasaran, kedepannya pemerintah akan mendata masyarakat tidak mampu pada Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) yang ditetapkan oleh Menteri Sosial. “Bagi masyarakat yang tidak mampu, kedepannya pemerintah akan langsung mentranfer biaya listrik ke rekening masyarakat tersebut sesuai dengan NIK yang terdaftar di DTKS dan bagi masyarakat yang ingin melapor terkait penerima subsidi yang kurang tepat sasaran bisa melalui aplikasi Peduli,” pungkas Ferry dalam sesi diskusi.
Kuliah umum dilanjutkan Kamis (23/9), dengan materi mengenai Supply-demand dan harga listrik serta pengembangan EBT yang disampaikan oleh Mohammad Munief Budiman selaku Executive Vice President Pelayanan Pelanggan Retail PT PLN (Persero). “PLN selaku pemasok sebagian listrik negara juga mendukung penggunaan PLTS Atap yang merupakan program pemerintah dengan menyediakan spinning reserve atau standby unit untuk menjadi cadangan saat terjadinya intermittent (daya PLTS yang tidak stabil),” ungkap Munief.
Munief juga berpesan kepada generasi muda khususnya para gerilyawan, “Untuk menanggani climate change ini kita memang sudah harus beralih ke Energi Baru Terbarukan. Namun, momen ini jangan sampai dimanfaatkan oleh pihak luar. Justru harus kita manfaatkan misalnya dengan memakai komponen lokal pada sistem PLTS dan jangan sampai masih bergantung dari luar (negeri)”.
Pada program Gerilya, sebanyak 52 mahasiswa dari 21 kampus berbeda masih akan menjalani dua bulan pembekalan teori melalui kursus daring dan selanjutnya tiga bulan praktek lapangan melalui team-based project. Setelah lulus dari program ini diharapkan para mahasiswa tersebut dapat menjadi aktivis energi bersih bagi lingkungan di sekitarnya serta dapat mendukung dan mensosialisasikan target 23% bauran Energi Baru Terbarukan (EBT) pemerintah pada tahun 2025.