Jakarta, MinergyNews– Pemerintah Indonesia berkomitmen mengurangi emisi gas rumah kaca hingga 29% pada tahun 2030. Penerapan Carbon Capture, Utilization and Storage (CCUS) mampu mengurangi emisi CO2 dari bahan bakar fosil, termasuk sektor minyak dan gas bumi.
Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Tutuka Ariadji dalam Webinar CCS/CCUS, Senin (26/4), mengatakan, Kementerian ESDM berperan memastikan bahwa komitmen pengurangan emisi CO2 dapat terpenuhi. Menteri ESDM Arifin Tasrif dalam The 3rd East Asia Energy Forum akhir tahun lalu mengungkapkan bahwa saat ini CCUS menjadi bahasan penting di tingkat global untuk mengurangi emisi CO2 dan menggunakannya kembali untuk meningkatkan pemulihan minyak di ladang yang sudah habis.
“Kami mendukung penuh penerapan CCUS di sektor migas melalui Enhanced Oil Recovery (EOR)/Enhanced Gas Recovery (EGR). Teknologi ini diperlukan untuk mengembangkan ladang migas yang mengandung CO2 tinggi, meningkatkan produksi dan mengurangi emisi. CCUS bisa menjadi solusi untuk menyediakan energi yang lebih ramah lingkungan,” ujar Tutuka.
Penerapan CCUS juga terkait dengan target Pemerintah untuk meningkatkan produksi minyak menjadi 1 juta barel dan gas 12 BSCFD pada tahun 2030 dengan mengoptimalkan produksi lapangan yang ada, mencari cadangan baru melalui eksplorasi dan peningkatan migas nasional produksi melalui EOR/EGR.
Saat ini Pemerintah sedang merumuskan peraturan terkait penetapan harga karbon. Draft aturan ini sedang dalam tahap finalisasi di Sekretariat Negara.
Tak hanya itu, Pemerintah juga melanjutkan proses penyusunan regulasi terkait CCS/CCUS yang sebelumnya telah dirintis oleh Center of Excellence CCS /CCUS dan didukung oleh Asian Development Bank (ADB). “Kami berharap regulasi tersebut dapat mendukung pemangku kepentingan dalam mengembangkan teknologi CCUS di Indonesia. Tidak hanya dari sisi aspek teknis, tetapi juga dari keamanan dan ekonomi,” tambah Dirjen Migas.
Terdapat beberapa penelitian yang berkaitan dengan CCUS sedang dilakukan di Indonesia yaitu Proyek CCUS Gundih yang pada awalnya merupakan Proyek CCS dan telah dilakukan sejak 2012. Perkembangan CCUS Gundih sangat penting bagi Indonesia untuk menambah pengalaman dalam pelaksanaan CO2-EOR/EGR. Studi untuk proyek ini masih berlangsung di bawah dukungan METI dan diharapkan memberikan hasil yang bagus.
Proyek dan studi CCUS lainnya adalah Tangguh EGR di Papua Barat, Sukowati di Jawa Timur, Limau Niru di Sumatera Selatan dan sebagainya. Bahkan, studi CCUS yang terhubung ke industri hilir akan segera dimulai, seperti bagaimana memisahkan CO2 dari pabrik amoniak di Sulawesi Tengah.
Ditegaskan Tutuka, Ditjen Migas fokus pada CCUS untuk meningkatkan produksi migas melalui CO2-EOR/EGR. Namun demikian, juga mendukung pengembangan daur ulang karbon karena bisa memberikan nilai ekonomi dari pemanfaatan CO2. Di Indonesia, Kementerian ESDM yang diwakili oleh Balitbang ESDM, saat ini sedang mempersiapkan kerja sama dengan Jepang terkait daur ulang karbon. Pertamina juga memiliki beberapa program penelitian terkait daur ulang karbon.
“Pemerintah Indonesia menyadari bahwa pengembangan CCUS membutuhkan kolaborasi semua pihak, termasuk ADB dan CoE CCS/CCUS. Kami akan selalu mendukung semua pemangku kepentingan yang mempromosikan teknologi CCUS untuk diterapkan di Indonesia,” tutup Tutuka.
Tampil sebagai pembicara lain dalam webinar ini adalah Oki Muraza PT. Pertamina (Persero) dan David Elzinga dari ADB, serta Prof. Djoko Santoso dari ITB.