Jakarta, MinergyNews– Abu batubara atau yang disebut Fly Ash dan Buttom Ash (FABA) hasil kegiatan Pembangkitan Listrik Tenaga Uap (PLTU) dinilai menyimpan banyak manfaat untuk menghasilkan beragam produk diverfikasi bahan baku konstruksi. Bahkan hasil penelitian terakhir dari Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan Batubara (tekMIRA) Kementerian ESDM menyebutkan FABA efektif dimanfaatkan sebagai pembenah tanah atau pupuk.
Peneliti Puslitbang tekMIRA Wulandari Surono menyatakan keputusan pemanfaatan FABA sebagai pembenah tanah sesuai dengan amanat Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 22 Tahun 2021 Pasal 463 (1f) dimana produk hasil pemanfaatannya wajib memenuhi persyaratan standar produk yang dikeluarkan oleh Kementerian Pertanian. “Bukan berarti kalau dikeluarkan dari limbah bahan beracun dan berbahaya (B3) terus tidak diolah atau dibiarkan begitu saja, harus dikelola untuk dimanfaatkan,” jelas Wulandari saat webinar Prespektif Pengelolaan FABA sebagai Limbah Non-B3, Senin (5/4).
Karateristik FABA yang cocok, sambung Wulandari, untuk tanah dan tanaman secara umum harus memiliki partikel halus, Power of Hydrogen (pH) berkisar 4,5 – 12, kandungan SiO2, Al2O3, Fe2O3, K2O, Na2O, CaO,MgO, MnO dan usur lain seperti Fe, Mn, B, Mo, Cu, Zn, Cl, Co. “Dari beberapa literatur abu batubara itu tidak semua alkali, tapi ada juga yang asam tergantung dari kandungan sulfur di batubara, pembakaran dan teknologi penghilangan. Intinya kandungan sulfur berbanding dengan kandungan kalsium,” ungkapnya.
Penerapan FABA lebih tepat dimanfaatkaan untuk lahan kering masam dan lahan gambut lantaran lahan tersebut memiliki komposisi yang buruk. “Tanah yang baik memiliki porsi fraksi yang berimbang sehingga tata udara, tata air dan porositasnya baik,” jelas Wulandari.
Lebih rinci, di samping mampu memperbaiki pH (tingkat keasaman) tanah dan insektisida, FABA mampu memperbaiki tekstur tanah, aerasi, perkolasi dan kemampuan menahan air (WHC) di area kelola, menurunkan bulk density (kapadatan) tanah, dan konsumsi material amelioran tanah lainnya. Kelebihan lainnya, FABA mengandung hampur semua unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman kecuali unsur C (karbon) dan N (nitrogen), menurunkan mobilitas dan ketersediaan logam dalam tanah karena fly ash yang basa dan mengandung AI dan Fe sebagai sumber kation polivalen.
Simpulan di atas didapat setelah Pulitbang tekMIRA dan institusi lainnya melakukan beberapa uji coba dengan menggunakan fly ash PLTU Kalimantan sejak tahun 2006 dan 2018 yang diaplikasikan pada tanah tailing sisa pengelolaan tembaga dan tanah tambang di Sumatera (2010). Sementara untuk memanfaatkan hasil buttom ash PLTU Jawa diterapkan pada tanah perkebunan (2009 dan 2014), tanah terdegradasi (2017) dan tanah masam (2016). “Sementara metode fly ash batubara, fly ash biomass dan campuran keduanya dilakukan oleh Subiksa pada tahun 2020 yang berhasil meningkatkan pH di tanah gambut,” rinci Wulandari.
Wulandari menegaskan, hasil penelitian menujukkan potensi FABA sebagai pembenah tanah merupakan salah satu bukti FABA layak dipandang sebagai sumber daya yang menyimpan potensi dalam memperbaiki lahan non produktif. “Meski begitu harus ada penelitian yang lebih spesifik mengingat kualitasnya tidak sama sehingga butuh karakterisasi sendiri disesuaikan dengan kebutuhab lahan yang dikelola,” tutupnya.
Sebagai informasi, webinar kali ini merupakan rangkaian kegiatan menuju penyelenggaraan International Seminar on Mineral Technology (ISMCT) tahun 2021 yang akan dilaksanakan oleh Puslitbang tekMIRA pada tanggal 23 – 24 juni nanti. Tahun ini, kegiatan tersebut mengusung tema Suistanable, Development on Mining, Processing, and Environment.