Jakarta, MinergyNews– Terkait dengan adanya pernyataan beberapa pejabat struktural PT PLN (Persero) saat pertemuan virtual online antara Perseroan dengan SP PLN dan serikat pekerja lainnya beberapa waktu lalu dimana ada pernyataan yang memberi kesan keberpihakan Perseroan dan mengabaikan aturan yang berlaku. Untuk itu Serikat Pekerja (SP) PLN menyesalkan dan menyayangkan pernyataan tersebut.
Hal tersebut seperti yang ditegaskan oleh Ketua Umum SP PLN, M. Abrar Ali,SH, kepada wartawan di Jakarta, Rabu (31/3/2021).
Pasalnya menurut Abrar, pernyataan pertama dari pihak perseroan adalah bahwa Perundingan PKB yang akan dilakukan adalah perundingan PKB yang baru berdasarkan hasil verifikasi keanggotaan serikat pekerja di lingkungan PLN pada bulan September 2019 dan bukan melanjutkan perundingan PKB sebelumnya karena dianggap telah deadlock.
Selain itu, tambahnya, sementara oknum pejabat kedua menyatakan, bahwa Manajemen hanya akan berunding PKB dengan serikat pekerja yang mau berunding saja, siap untuk digugat oleh pihak manapun dan akan dihadapi bersama dengan serikat pekerja yang ikut berunding PKB.
“Jika pernyataan kedua oknum pejabat Perseroan tersebut benar-benar mewakili sikap Perseroan, maka seharusnya disampaikan kepada SP PLN secara tertulis karena pernyataan mereka sama artinya telah memaksa SP PLN untuk mengambil haknya melakukan Aksi Mogok sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku,” ujarnya.
Sebelumnya, kata Abrar, pada akhir 2018 lalu
SP PLN di hadapan puluhan wartawan dari media online, cetak dan elektronik juga telah menyampaikan Rencana Aksi Mogok akibat dihentikannya Perundingan PKB secara sepihak karena alasan Dualisme Kepengurusan SP PLN.
Menurut Abrar, perlu ditegaskan sekali lagi bahwa Perundingan PKB antara Perseroan dengan SP PLN hanya dihentikan sementara sampai dengan SP PLN menyelesaikan permasalahan Dualisme kepengurusannya dan bukan dibatalkan. Artinya SP PLN bisa melaksanakan Hak Mogok itu bila Perundingan PKB deadlock.
Abrar yang juga didampingi Sekjen SP PLN, Ir. Bintoro Suryo Sudibyo, MM dan Wasekjen II, Parsahatan Siregar, ST mengungkapkan, dengan demikian pihaknya berharap agar semua pihak dapat memahaminya bila nantinya Hak Mogok itu digunakan oleh SP PLN baik sebagai solusi ataupun opsi.
“Apalagi faktanya sejak terjadi penyatuan kembali kepengurusan SP PLN yang menghapuskan istilah Dualisme Kepengurusan SP PLN berdasarkan Putusan Sidang Perdata PN Jakarta Selatan Perkara
No.391/Pdt.G/2018/PN.Jkt.Sel tanggal 19 Februari 2019 yang ditindak lanjuti dengan pelaksanaan Musyawarah Nasional Luar Biasa SP PLN pada tanggal 20-21 Maret 2019 di Gedung Timah Indonesia Power –
Jl.Jendral Gatot Subroto Jakarta Selatan, hingga saat ini pihak PT PLN (Persero) belum juga melanjutkan Perundingan PKB tersebut,” tuturnya.
Sementara itu, Abrar melanjutkan bahwa statement SP PLN yang disampaikan dalam Konferensi Pers tanggal 5 Desember 2018 itu merupakan bentuk tindak lanjut dari Rapat Akbar SP PLN tanggal 24-25 Januari 2017, yang mana SP PLN saat itu mengajukan tuntutan untuk dilanjutkannya kembali Perundingan PKB yang dihentikan secara sepihak oleh Perseroan.
“Setelah dimediasi oleh pihak Kementerian Tenaga Kerja RI dan POLDA METRO JAYA, SP PLN akhirnya membubarkan RAPAT AKBAR tersebut atas jaminan dari kedua institusi di atas sebagai mediator untuk mengawal dilanjutkannya Proses Perundingan PKB yang terhenti ini sampai selesai,” paparnya.
Untuk itu, dalam menyelesaikan permasalahan dualisme kepengurusan tersebut, kata Abrar, SP PLN telah melakukan perdamaian yang dituangkan dalam AKTA PERDAMAIAN dan dikuatkan melalui Putusan PN Jakarta Selatan Perkara No.391/Pdt.G/2018/PN.Jkt.Sel tanggal 19 Februari 2019.
“Sebagai tindak lanjut dari AKTA PERDAMAIAN tersebut, SP PLN juga telah melaksanakan Musyawarah Nasional Luar Biasa tanggal 20-21 Maret 2019 di Gedung Indonesia Power dan telah terbentuk Kepengurusan DPP SP PLN Periode 2019-2023 yang telah dilaporkan kepada Sudinakertrans Kota Administrasi Jakarta Selatan,” paparnya.
Pasca terbentuknya Kepengurusan Baru, lanjut Abrar, SP PLN telah beberapa kali meminta kepada Perseroan baik melalui surat ataupun audiensi untuk dilanjutkannya kembali Perundingan PKB yang terhenti.
“Namun pihak Perseroan mempersyaratkan untuk dilakukan verifikasi jumlah anggota serikat pekerja yang ada di lingkungan PT PLN (Persero) sebagai syarat dilanjutkannya kembali Perundingan PKB yang terhenti,” katanya.
Abrar menjelaskan, SP PLN pun telah mematuhi semua proses verifikasi yang dipersyaratkan tersebut sampai dengan tahap akhir pada tanggal 23-26 September 2019 di kantor PT PLN (Persero) PUSDIKLAT – Jl RM. Harsono No.59 Ragunan Jakarta Selatan.
Sebagai informasi, sesuai hasil Verifikasi jumlah anggota yang dituangkan dalam Berita Acara Hasil Akhir Kegiatan Panitia Verifikasi Keanggotaan Serikat Pekerja/Serikat Buruh di PT PLN (Persero) tertanggal 26 September 2019 ditanda tangani oleh semua pihak yang terlibat (unsur serikat pekerja, Manajemen dan Kementerian) disimpulkan bahwa hanya SP PLN yang LOLOS VERIFIKASI sesuai peraturan perundangan yang berlaku, baik dari sisi bukti pencatatan maupun jumlah anggota sesuai Kepmenakertrans No. KEP.16/MEN/2001 dan Permenaker No.28 Tahun 2014.
Adapun jumlah anggota minimal yang dipersyaratkan bagi serikat pekerja untuk dapat ikut dalam perundingan adalah > 10% dan SP PLN memiliki jumlah anggota pada saat verifikasi sebanyak 53,91% dari jumlah seluruh pegawai PT PLN (Persero).
Dari keempat serikat pekerja yang mengikuti proses verifikasi tersebut, terdapat satu serikat pekerja di luar SP PLN yang memiliki anggota sebesar 10,99% namun bermasalah dalam pencatatannya karena tidak sesuai domisili sehingga bertentangan dengan Kepmenakertrans No. KEP.16/MEN/2001 dan Pergub DKI Jakarta No.10 Tahun 2007. Dan setelah menunggu hampir 1 (satu) tahun, pihak Perseroan baru mengambil sikap dengan menyatakan bahwa Perundingan PKB harus dilakukan dengan SP PLN serta melibatkan serikat pekerja yang bermasalah pada pencatatannya tersebut.