Jakarta, MinergyNews– Penggunaan bahan bakar minyak (BBM) yang ramah lingkungan terus didorong Pemerintah karena berdampak besar mengurangi emisi gas rumah kaca serta mendukung kesehatan masyarakat.
Mengacu pada Permen LHK Nomor P.20/MENLH/SETJEN/KUM.1/3/2017, baku mutu kendaraan bermotor setara Euro 4 mulai diterapkan pada Oktober 2018 untuk kendaraan berbahan bakar bensin (gasoline) dan April 2021 untuk diesel (solar), maka Dirjen Migas menetapkan SK Dirjen Migas Nomor 0177.K/10/DJM/2018 pada 8 Juni 2018 di mana ditetapkan bensin minimal nilai oktan 98 dengan kandungan sulfur maksimal 50 ppm.
Ketua Komisi VII DPR Sugeng Suparwoto dalam diskusi virtual yang diselenggarakan YLKI, Selasa (28/7), mengatakan, Indonesia telah menandatangani Paris Agreement pada 22 April 2016 di New York, sekaligus menyatakan kesediaan untuk meratifikasi Paris Agreement dengan besaran emisi GRK Indonesia adalah 0,554 Gt CO2eq setara dengan 1,49% total emisi global. Dengan keputusan ini, Indonesia harus menggunakan BBM yang ramah lingkungan.
Regulasi BBM yang ramah lingkungan di Indonesia, dinilai Sugeng telah mencukupi. Meski demikian, implementasi merupakan hal terpenting. Oleh karena itu, DPR mendukung upaya Pemerintah mendorong penggunaan BBM yang ramah lingkungan.
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Teknik dan Lingkungan Migas Adhi Wibowo, menyatakan bahwa keputusan mengenai BBM bukan hanya urusan Kementerian ESDM semata, melainkan keputusan bersama. Hingga saat ini, RON dengan nilai oktan rendah masih beredar di masyarakat dengan berbagai pertimbangan.
Lebih lanjut Adhi menjelaskan, Kementerian ESDM terus berupaya meningkatkan penggunaan BBM yang ramah lingkungan. Antara lain meningkatkan kapasitas kilang hingga mampu menghasilkan BBM dengan nilai oktan tinggi. Misalnya, Kilang Balongan yang memproduksi BBM setara EURO IV yaitu Pertamax Turbo dan RDMP Kilang Balikpapan yang rencananya akan rampung tahun 2023 mendatang dan mampu memproduksi BBM yang setara dengan EURO V.
Secara statistik, menurut Adhi, sejak tahun 2015 hingga Juni 2020, produksi BBM RON 92 terus meningkat dibandingkan BBM RON 88. Namun pada beberapa bulan terakhir, produksi kedua jenis BBM ini dapat dikatakan sama. Hal ini antara lain dampak pandemi Covid-19.
“Situasi Covid-19 ini menurunkan demand terhadap BBM. Jadi bisa dikatakan seimbanglah konsumsi RON 92 dan RON 88. Ini juga melihat kemampuan masyarakat,” tambahnya.
Upaya lain yang dilakukan Pemerintah adalah melalui Kilang Plaju dan Dumai yang rencananya dapat memproduksi green fuel. RDMP Plaju ditargetkan beroperasi 2024-2025, sedangkan RDMP Dumai beroperasi 2026.
Terkait green fuel, telah dilakukan uji coba green diesel (D100) yang hasilnya menunjukkan penggunaan D100 dalam campuran bahan bakar kendaraan dapat meningkatkan performa kendaraan dan mengurangi emisi gas buang.
Implementasi B30 mulai 1 Januari 2020 juga merupakan upaya lain Pemerintah. Hingga Mei 2020, program diperkirakan mampu menghemat uang negara sebesar US$ 1,08 miliar. “Sedangkan Program B20 yang dilaksanakan tahun 2019, mampu menghemat devisa negara US$ 3,35 miliar atau sekitar Rp 48,19 triliun,” paparnya.
Selain itu, saat ini juga tengah dilakukan uji coba B40. Dengan asumsi adanya pemulihan ekonomi pasca pandemi, diperkirakan kebutuhan Solar pada tahun 2021 mencapai 31.092.663 KL. Untuk campuran B40, diperkirakan dibutuhkan FAME sebanyak 12.437.065 KL.
Sementara itu, Pemerintah juga melakukan pencampuran BioEthanol dengan bensin yang hasilnya disebut dengan nomenklatur EXX. Direncanakan akan dilakukan uji coba E02 di daerah Jawa Timur.