Jakarta, MinergyNews– Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tengah mengembangkan pemanfaatan sumber energi lain, salah satunya Dimethyl Ether (DME). Ke depan, DME ini bisa digunakan sebagai energi alternatif selain Liquified Petroleum Gas (LPG) untuk memenuhi kebutuhan energi di rumah tangga.
Sejak berhasil menggantikan minyak tanah, kebutuhan LPG terutama untuk keperluan rumah tangga kian meningkat hingga mencapai 96 persen. Hal ini berdampak pula pada tingginya impor bahan bakar tersebut.
Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan (Litbang) ESDM Dadan Kusdiana mengatakan persoalan keseimbangan suplai dan stok LPG ini ke depan bisa teratasi melalui pemanfaatan sumber energi lain, salah satunya Dimethyl Ether (DME).
“DME ini diarahkan terutama untuk mensubtitusi penggunaan LPG yang di awal dulu digunakan untuk mensubtitusi minyak tanah. Apalagi 75 persen penggunaan LPG di dalam negeri itu berasal dari impor. Kalau kita tergantung impor dari sisi ketahanan energi akan tidak terlalu baik,” kata Dadan saat konferensi pers di Jakarta, Selasa (22/7).
Karakteristik DME, sambung Dadan, memiliki kesamaan baik sifat kimia maupun fisika dengan LPG. “Karena mirip makanya bisa menggunakan infrastruktur LPG yang ada sekarang, seperti tabung, storage, dan hadling eksisting,” ungkapnya.
Kelebihan lain adalah DME bisa diproduksi dari berbagai sumber energi, termasuk bahan yang dapat diperbarui. “Meskipun industrinya belum ada di Indonesia, kami akan mengembangkan pendukung teknis di dalam negeri baik dari sisi produksi dan pemanfaatan. Ini sangat beralasan kuat,” kata Dadan.
DME sendiri memiliki kandungan panas (calorific value) sebesar 7.749 Kcal/Kg, smentara kandungan panas LPG senilai 12.076 Kcal/Kg. Kendati begitu, DME memiliki massa jenis yang lebih tinggi sehingga kalau dalam perbandingan kalori antara DME dengan LPG sekitar 1 : 1,6. “Artinya 1 liter LPG sama dengan 1,2 liter DME,” ungkap Dadan.
Pemilihan DME untuk subtitusi sumber energi bagi Pemerintah mempertimbangkan pada dampak lingkungan. DME dinilai mudah terurai di udara sehingga tidak merusak ozon dan meminimalisir gas rumah kaca hingga 20 persen. “Kalau LPG per tahun menghasilkan emisi 930 kg CO2, nanti dengan DME hitungannya akan berkurang menjadi 745 kg CO2. Ini nilai-nilai yang sangat baik sejalan dengan upaya-upaya global menekan emisi gas rumah kaca,” urai Dadan.
Di samping itu, kualitas nyala api yang dihasilkan DME lebih biru dan stabil, tidak menghasilkan partikulat matter (pm) dan NOx, serta tidak mengandung sulfur. DME merupakan senyawa eter paling sederhana mengandung oksigen dengan rumus kimia CH3OCH3 yang berwujud gas sehingga proses pembakarannya berlangsung lebih cepat dibandingkan LPG.
Dadan juga menyinggung potensi bahan baku DME yang lebih variatif di dapat di dalam negeri. Selain bisa dihasilkan dari batubara, DME juga bisa didapat dari gas bumi, biomassa, limbah dan Coal Bed Methane (CBM). “Kita perlu meningkatkan basis energi yang sumber bahan bakunya itu ada di dalam negeri. Jadi, ada multiplier effect yang bisa kita dapat secara nasional. Industrinya ada di kita, nilai tambahnya dapat, terjadi penyerapan tenaga kerja baru,” terang Dadan.
Sebagai informasi, Kementerian ESDM melalui Balitbang ESDM telah menyelesaikan uji terap pemakaian DME 100% telah dilakukan di wilayah Kota Palembang dan Muara Enim pada bulan Desember 2019 – Januari 2020 kepada 155 kepala keluarga dan secara umum dapat diterima oleh masyarakat. Selain itu, uji terap DME 20%, 50%, dan 100% dilakukan di Jakarta (Kecamatan Marunda) kepada 100 kepala keluarga pada tahun 2017.