Jakarta, MinergyNews– Pemerintah Indonesia berkomitmen untuk memaksimalkan pemanfaatan gas bumi untuk memenuhi permintaan yang terus meningkat. Komitmen ini beriringan dengan pengembangan energi terbarukan, sebagai sumber energi prioritas ke depan.
“Pemerintah mengembangkan pasokan gas untuk memenuhi permintaan yang terus tumbuh, di sisi lain juga memastikan bahwa kegiatan gas hulu masih menarik bagi investor,” ujar Menteri ESDM Arifin Tasrif saat menyampaikan Keynote Speech pada acara Gas Exporting Countries Forum-Economic Research Institute for ASEAN and East Asia (GECF-ERIA) Joint Online Workshop dengan tema “The RoIe of Natural Gas Towards Greening Society in ASEAN and East Asia” melalui Video Conference di Jakarta.
Pada tahun 2019, sektor listrik dan industri tercatat sebagai konsumen gas terbesar di Indonesia. Masing-masing memanfaatkan 14% dan 26%. Gas juga digunakan sebagai bahan baku dalam industri pupuk, LNG domestik, lifting minyak, jaringan gas kota, dan transportasi, dengan pemanfaatan gas untuk pasar domestik mencapai 66%.
Bauran energi nasional menargetkan pemanfaatan gas sebesar 22% pada 2025 dan 24% pada 2050. Untuk mengoptimalkan pemanfaatan gas domestik dan mencapai target bauran energi, lanjut Arifin, Pemerintah Indonesia telah mengeluarkan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 8 tahun 2020 tentang Tata Cara Penetapan Pengguna dan Harga Gas Bumi Tertentu di Bidang Industri.
“Peraturan ini akan mendorong percepatan pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan daya saing industri,” ungkap Arifin dalam siaran pers Kementerian ESDM.
Selain itu, Pemerintah telah menetapkan program konversi solar ke gas bumi untuk pembangkit listrik. Program ini bertujuan untuk mengurangi impor BBM jenis Heavy Fuel Oil (HFO) dan konsumsi High Speed Diesel (HSD).
Kementerian ESDM telah mengeluarkan peraturan tentang penugasan PT. Pertamina terkait pasokan dan pengembangan infrastruktur LNG serta penugasan konversi diesel ke gas untuk pembangkit listrik kepada PT.PLN. Total kapasitas pembangkit listrik yang akan dialihkan dari diesel ke gas alam adalah 1.697 MW, dengan volume gas 166,98 Miliar British Thermal Unit per Day (BBTUD) di 52 lokasi.
Indonesia juga mengembangkan infrastruktur pipa gas, khususnya pada 3 transmisi pipa gas, yaitu Pipa West Natuna Transportation System (WNTS), KEK Sei Mangkei-Dumai dan Cirebon-Semarang. “Transmisi pipa gas ini didedikasikan untuk memenuhi permintaan domestik, terutama untuk industri dan pembangkit listrik,” tutur Menteri Arifin.
Pengembangan jaringan gas kota (jargas) juga menjadi prioritas Pemerintah Indonesia. Program ini bertujuan untuk menyediakan energi yang bersih, terjangkau, efisien dan ramah lingkungan. Pada tahun 2019, pembangunan jargas telah mencapai 537.936 sambungan rumah dan dalam 5 tahun mendatang ditargetkan mencapai 4 juta sambungan rumah.
Terakhir, pemerintah mendorong pengembangan LNG Small Scale dan Virtual Pipeline, untuk mengamankan pasokan energi di daerah-daerah tertentu dengan kendala geografis, terutama di pulau-pulau kecil yang tersebar di bagian timur Indonesia.
Workshop ini merupaka lanjutantahun sebelumnya yang diselenggarakan di Jakarta pada 22-23 Juli 2019. Gas alam dinilai menjadi kunci dalam masa transisi ke energi bersih khususnya di wilayah ASEAN karena gas mempunyai keunggulan sebagai energi fosil yang rendah emisi. Hadir sebagai narasumber pada forum ini, Shigeru Kimura (ERIA), Dmitry Sokolov (GECF), Perwakilan dari ASEAN dan Perwakilan dari Negara anggota GECF.