Jakarta, MinergyNews– Serikat Pekerja Pertamina Refinery Unit III Plaju (SPP RU III – FSPPB) menyayangkan dengan adanya perubahan struktur organisasi dasar PT Pertamina (Persero) yang sangat signifikan tanpa adanya komunikasi antara wakil pekerja (FSPPB) dengan Perusahaan sesuai kesepakatan bersama yang tertuang dalam Perjanjian Kerja Bersama (PKB) Periode 2019 – 2021 Pasal 7 Ayat 7 dan Ayat 8.
Hal tersebut seperti yang dikemukakan oleh Ketua Umum Serikat Pekerja Pertamina RU III, Muhamad Yunus dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Senin (15/6).
Pasalnya, hasil RUPS PT Pertamina (Persero) tanggal 12 Juni 2020, berdasarkan Salinan Keputusan Menteri BUMN No.SK-198/MBU/06/2020, tentang “Pemberhentian, Perubahan Nomenklatur Jabatan, Pengalihan Tugas dan Pengangkatan Anggota Anggota Direksi Perusahaan Perseroan (Persero) PT Pertamina”, ditetapkan struktur organisasi direksi yang semula 11 (sebelas) Orang menjadi 6 (enam) Orang.
Selain itu, Direktorat Operasional yang sebelumnya ada di Pertamina akan masuk ke dalam beberapa Subholding yang telah di bentuk, yaitu Subholding Upstream, Subholding Refinery & Petrochemical, Subholding Commercial & Trading, Subholding Power & New and Reneawable Energy, Subholding Gas serta Shipping Company yang tertuang di dalam SK No.Kpts-18/C00000/2020-S0 Tanggal 12 Juni 2020 tentang “Struktur Organisasi Dasar PT Pertamina (Persero)”
Pembentukan Holding dan Subholding dinilai dilakukan secara tergesa gesa di tengah triple shock yang sedang melanda PT Pertamina (Persero) yaitu melemahnya harga minyak dunia, tingginya nilai tukar dolar dan pandemik global covid 19. Dimana menyebabkan penurunan volume produksi dan penjualan produk Pertamina.
Yunus menegaskan, struktur organisasi Holding dan Subholding yang telah ditetapkan, sebagian diduduki oleh Eksternal Pertamina yang belum memiliki pengalaman dalam bidang Oil & Gas.
“Selain itu, belum adanya kejelasan terkait portofolio Unit Operasi Subholding termasuk status pekerja PT Pertamina (Persero) yang saat ini berada di Subholding,” ujarnya.
Sementara itu, menurut Yunus, rencana dengan adanya privatisasi anak perusahaan Subholding melalui IPO (Initial Public Offering) akan mengancam kedaulatan Energi Nasional.
“Berdasarkan UUD 1945 Pasal 33 Ayat 3, maka seluruh aset PT Pertamina (Persero) harus dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya demi kemakmuran rakyat Indonesia,” cetusnya.
Namun, Yunus tidak memungkiri, berbagai upaya dan cara membenahi Pertamina agar lebih maju sebenarnya sah sah saja, tapi penguasaan Negara dan hak konstitusi rakyat terhadap BUMN (sesuai Pasal 33) tidak boleh di negasikan. Sebab secara historis, Pertamina adalah bagian dari perjuangan rakyat Indonesia.
“Karena itu, lepas dari pembentukan holding dan subholding Pemerintah seharusnya tidak memperlakukan Pertamina selayaknya perusahaan swasta. Kontrol dan peran Negara amat dibutuhkan untuk memproteksi Pertamina dari “mafia migas yang semakin masif” dalam mekanisme pasar (kapitalisme),” tandasnya.
Berikut ini pernyataan sikap SPP RU III – FSPPB, yaitu:
- Menolak keras pembentukan Holding dan Subholding PT Pertamina (Persero).
- Menolak keras upaya privatisasi anak perusahaan Subholding melalui IPO.
- Perusahaan berkewajiban untuk mematuhi dan melaksanakan seluruh isi dan ketentuan ketentuan yang telah di tuangkan dalam Perjanjian Kerja Bersama (PKB) Periode 2019 – 2021 yang sampai dengan saat ini masih berlaku.
- Perusahaan mengoptimalkan kader internal Pertamina untuk menduduki jabatan strategis perusahaan.
- Perusahaan agar fokus dalam perbaikan neraca keuangan dan manajerial untuk meningkatkan investasi.