Jakarta, MinergyNews– Rencana Menteri dan Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mienral (ESDM) menerapkan sistem gross split untuk kontrak bagi hasil di sektor hulu minyak dan gas bumi bertentangan dengan UUD 1945 dan mengkhianati program Nawacita Jokowi dimana Negara harus hadir dalam setiap sendi berkehidupan Ber-Bangsa dan Ber-Negara termasuk dalam pengelolaan hulu minyak dan gas bumi.
Ketua Bidang Energi Seknas Jokowi, Tumpak Sitorus menegaskan bahwa ada upaya-upaya dari pihak tertentu yang ingin menghilangkan kontrol dan peran Negara dalam pengelolaan strategis sumber daya alam Indonesia melalui penghapusan Cost Recovery dan menerapkan sistem bagi hasil dengan skema Gross Split.
Dalam kontrak kerja sama saat ini, menggunakan skema Bagi Hasil dengan cost recovery, Negara dalam hal ini diwakili oleh Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi melakukan kontrol, pengawasan dan pengendalian, terhadap setiap rencana kerja dan anggaran yang dilakukan oleh Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) atau perusahaan minyak dan gas asing maupun nasional.
“Dengan sistem bagi hasil menggunakan cost recovery, Negara melalui SKK Migas bisa memaksa KKKS menempatkan dananya di bank BUMN, bisa memaksa KKKS mengurangi tenaga kerja asing, bisa memaksa KKKS menggunakan produk-produk Indonesia, bisa memaksa KKKS menggunakan produk pengusaha lokal, bisa memaksa KKKS menggunakan hasil petani lokal, bisa memaksa KKKS membantu mengembangkan kemampuan masyarakat lokal,” tegas Tumpak.
Hal, lanjutnya, itu berbeda sekali dengan sistem bagi hasil menggunakan skema Gross Split dimana KKKS diberi kewenangan penuh mengelola sendiri rencana anggaran dan kegiatan tanpa di kontrol oleh Negara, “dengan demikian sistem pengelolaan hulu migas dengan skema Gross Split adalah upaya liberalisasi sektor hulu migas di Indonesia,”.
Saat ini, Menteri dan Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral sedang berupaya membuat Peraturan Menteri ESDM untuk penerapan sistem bagi hasil dengan skema Gross Split untuk diberlakukan di dalam pengelolaan hulu minyak dan gas bumi di Indonesia.
Tumpak menjelaskan perbedaan kontras antara pengelolaan hulu migas dengan kontrak bagi hasil skema cost recovery sebagai berikut:
NAWACITA JOKOWI
|
PSC KONTRAK
DENGAN COST RECOVERY
|
GROSS SPLIT KONTRAK
TANPA COST RECOVERY
|
Menghadirkan Kembali Negara
|
Negara Hadir
|
Negara Tidak Hadir
|
Membuat Pemerintah
Tidak Absen |
Pemerintah tidak absen
|
Pemerintah absen
|
Membangun Indonesia dari Pinggiran
|
Dengan Cost Recovery bisa diarahkan pembangunan mulai dari pelosok terpencil tempat beroperasi hulu migas
|
Tidak bisa diarahkan karena arah kebijakan dan besaran biaya ditentukan sendiri oleh kontraktor / perusahaan minyak
|
Menolak Negara Lemah
|
Negara Kuat
|
Negara Lemah
|
Meningkatkan Kualitas Hidup Manusia Indonesia
|
Melalui cost recovery, Negara bisa mengarahkan arah kebijakan pengeluaran di sektor hulu migas untuk meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia.
Penggunaan Tenaga Kerja Asing dikurangi dan Penggunaan Tenaga Kerja Indonesia diperbanhyak
|
Tidak bisa mengontrol arah kebijakan pengelolaan hulu migas oleh kontraktor / perusahaan asing dan nasional
Tidak bisa mengontrol penggunaan tenaga kerja asing
Tidak bisa mengontrol penggunaan tenaga kerja Indonesia
|
Mewujudkan Kemandirian Ekonomi dengan Menggerakan Sektor Strategis Ekonomi Domestik
|
Dengan cost recovery, arah kebijakan biaya pengelolaan hulu migas bisa diarahkan untuk mendorong sektor ekonomi domestik di daerah-daerah dan ekonomi nasional
|
Tidak bisa mengontrol arah kebijakan pengelolaan hulu migas oleh kontraktor / perusahaan asing dan nasional
|
Melakukan Revolusi Karakter Bangsa
|
Dengan cost recovery, arah kebijakan biaya pengelolaan hulu migas bisa diarahkan untuk mendorong kegiatan dalam rangka mendorong Revolusi karakter Bangsa
|
Tidak bisa mengontrol arah kebijakan pengelolaan hulu migas oleh kontraktor / perusahaan asing dan nasional
|
Memperteguh Ke-Bhinekaan
|
Dengan cost recovery, arah kebijakan biaya pengelolaan hulu migas bisa diarahkan untuk mendorong Ke-Bhinekaan
|
Tidak bisa mengontrol arah kebijakan pengelolaan hulu migas oleh kontraktor / perusahaan asing dan nasional
|
“Seknas Jokowi menolak tegas penerapan skema bagi hasil dengan sistem Gross Split karena bertentangan dengan Nawacita Jokowi. Ini sama saja dengan penghinaan dan pengkhianatan terhadap Presiden Jokowi,” tegasnya.
Seknas Jokowi, kata Tumpak, meminta Menteri dan Wamen ESDM tidak menjalankan kebijakan-kebijakan yang tidak sesuai dengan Nawacita Jokowi.
“Kami ingin melanjutkan Pemerintahan Jokowi hingga tahun 2024 sehihgga kami ingin memastikan bahwa pembantu-pembantu Presiden sudah paham dengan langkah dan arah kebijakan Jokowi seperti tertuang dalam Nawacita,” pungkasnya.