Denpasar, MinergyNews– Penggunaan komposisi minyak sawit yakni Fatty Acid Methyl Ester (Fame) pada Biosolar akan mencapai 30 persen pada awal 2020. Kesiapan ini tak lepas dari hasil uji coba penggunaan B30 pada kendaraan bermesin diesel yang selesai akhir Oktober tahun ini, demikian diungkapkan Plt. Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Ditjen Migas) dihadapan civitas academica Universitas Udayana (17/19).
Sebagaimana diamanatkan dalam Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 32 tahun 2008 tentang Penyediaan, dan Tata Niaga Bahan Bakar Nabati (Biofuel) sebagai Bahan Bakar Lain sebagaimana diubah terkahir dengan Peraturan Menteri ESDM Nomor 2 Tahun 2015, bahwa untuk meningkatkan ketahanan energi nasional, maka Badan Usaha Pemegang Izin Usaha Niaga Bahan Bakar Minyak dan Penggguna Langsung Bahan Bakar Minyak wajib menggunakan Bahan Bakar Nabati (BBN/Biofuel) sebagai bahan bakar lain secara bertahap.
Dari tahun ke tahun, Potential saving hasil pencampuran BBN dengan minyak Solar semakin meningkat. Potential saving terjadi karena penggunaan Fame telah mengurangi impor minyak Solar.
Untuk Solar Public Service Obligation (PSO) kurun waktu Januari sampai Agustus 2018 terdapat potential saving sebesar 952,79 juta USD. Selanjutnya, untuk Solar Non PSO kurun waktu September hingga Desember 2018 diperhitungan angka potential saving sebesar 931 juta USD. Bahkan di tahun 2019 ini, Januari sampai Agustus untuk Solar Non PSO angka potential savingmencapai 1,89 Milyar USD.
“Biosolar mampu menekan angka impor Minyak Solar. Selain itu juga mampu menjadi energi alternatif yang ramah lingkungan, pun dari segi ekonomi mampu membantu perekonomian para petani sawit,” imbuh Djoko.
Pada tahun ini, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) c.q. Ditjen Migas telah melakukan Uji Jalan B30, yang dilanjutkan pengujian pada kereta api, alat berat, alutsista dll. Meskipun Badan Usaha Pemegang Izin Niaga Migas sudah siap, namun kesiapan dari penyediaan fasilitas juga perlu penjadi perhatian.
Ke depan, untuk pelaksanaan B30 banyak tantangan dan peluang yang akan dihadapi pertama jaminan keberlanjutan feedstock dan stabilitas harga CPO. Dua kesiapan industri-industri penunjang seperti industri Methanol, industri Katalis, produksi Degum CPO/PKO. Keterbatasan sarana dan prasarana seperti jetty, TBBM, kapal pengangkut yang sesuai dengan spesifikasi Fame. Ketiga mekanisme insentif yang sangat banyak, bergantung pada pungutan dan pajak keluar. Keempat sebaran BU BBN Biodiesel yang tidak merata, dimana saat ini pabrik biodiesel lebih banyak berada di Indonesia Bagian Barat. Keterbatasan sarana dan prasarana: jetty, TBBM, kapal pengangkut, yang sesuai dengan spesifikasi Fame. Kelima, untuk menjaga kualitas BBN diperlukan pengetahuan handling dan storing yang sesuai standard. Keenam, adanya negative campaign dari beberapa negara tujuan utama ekspor mencari pasar baru.
Hingga saat ini Ditjen Migas masih terus melakukan pengawasan implementasi atas pencampuran spesifikasi BBN ke minyak Solar sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.