Jakarta, MinergyNews– Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menetapkan besaran wajib pasok dalam negeri atau domestic market obligation (DMO) batubara di 2022 sebesar 166 juta ton dari total produksi sebesar 663 juta ton. Kewajiban pasok ini akan diberlakukan terhadap semua perusahaan pemegang Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B), Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan IUPK sebesar 25% dari produksi.
“Pada tahun 2022 dari rencana produksi batubara 663 juta ton, rencana DMO adalah 166 juta ton,” kata Menteri ESDM Arifin Tasrif saat Rapat Kerja dengan Komisi VII DPR RI di Gedung Nusantara DPR RI, Kamis (17/2).
Pada bulan Januari 2022, produksi batubara telah mencapai 34 juta ton dimana 13 juta ton dimanfaatkan untuk kebutuhan DMO dan 12 juta ton diekspor.
Arifin memproyeksikan kebutuhan batubara domestik akan terus meningkat dalam kurun waktu lima tahun mendatang. Peningkatan ini terjadi pada sektor pembangkit dan industri. “Dari 165,75 juta ton pada 2022 meningkat menjadi 208,54 juta ton di tahun 2025,” ungkapnya.
Secara spesifik, Arifin memaparkan rencana kebutuhan batubara pada Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU). Total membutuhkan 127,1 juta metrik ton (MT). Rinciannya, 64,2 juta MT dipergunakan untuk PLTU Perusahaan Listrik Negara (PLN) dan 62,9 juta untuk Independent Power Producer (IPP). “Rata-rata kebutuhannya mencapai 10 – 11 juta MT per bulan,” bebernya.
Bagi perusahaan yang tidak memenuhi DMO atau kontrak penjualan yang sudah ditetapkan, pemerintah akan mengenakan sanksi berupa pelarangan ekspor dan kewajiban pembayaran denda atau kompensasi DMO. Pedoman pelarangan ekspor, denda, dana kompensasi dan sanksi telah ditetapkan dalam Keputusan Menteri (Kepmen) ESDM Nomor 13 Tahun 2022.