2018, Kontrak 8 Blok Migas akan Gunakan Skema Gross Split

Jakarta, MinergyNews–  Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah memutuskan untuk tidak memperpanjang kontrak perusahaan-perusahaan migas asing yang berada di delapan blok migas yang masa kontraknya berakhir pada tahun 2018 mendatang.

Rencananya ke delapan blok migas yang habis masa kontraknya tersebut akan diserahkan kepada PT Pertamina (Persero) untuk dikelola. Mulai 2018 nanti, Pertamina akan menjadi kontraktor baru di 8 blok itu. Kontrak bagi produksi (Production Sharing Contract/PSC) di semua blok tersebut tak akan lagi menggunakan skema cost recovery, tapi memakai skema gross split.

Sebagai informasi, delapan blok terminasi yang diserahkan pada Pertamina itu adalah Blok Tuban, Blok Ogan Komering, Blok Sanga-Sanga, Blok South East Sumatera (SES), Blok NSO, Blok B, Blok Tengah, dan Blok East Kalimantan.

Menurut Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Migas) Kementerian ESDM, IGN Wiratmaja, saat ini pihaknya sedang menyusun aturan khusus agar pengalihan blok-blok terminasi dari kontraktor lama ke Pertamina itu dapat berjalan mulus walau ada perubahan skema.

“Aaturan baru itu diperlukan karena berdasarkan skema cost recovery ada aset-aset milik kontraktor lama yang harus diganti oleh Negara,” ujarnya kepada wartawan di Jakarta.

Wiratmaja mencontohkan, terkait dengan kendaraan operasional untuk kegiatan di suatu blok, depresiasinya 10 tahun, maka biaya yang dikeluarkan kontraktor untuk membeli mobil itu harus diganti negara lewat cost recovery dalam jangka waktu 10 tahun.

Menurut dirinya, secara normal, andaikan PSC yang dipegang kontraktor berakhir di tahun ke-5 usia mobil tersebut, maka kontraktor baru harus membayar sisa nilai mobil tersebut selama 5 tahun. Kemudian kontraktor baru menagihnya ke negara sebagai cost recovery.

Namun, tambahnya, jika skema PSC berganti dari cost recovery ke gross split, Pertamina sebagai kontraktor baru tentu akan dirugikan jika harus membayar sisa nilai mobil tersebut. Sebab, Pertamina tak dapat menagihnya ke negara sebagai cost recovery.

Selain itu, lanjutnya, opsi yang sedang disiapkan oleh pemerintah adalah depresiasi dipercepat. “Jadi misalnya aset yang depresiasinya 10 tahun itu dipercepat jadi 5 tahun, tepat saat PSC kontraktor lama berakhir sehingga tak membebani Pertamina sebagai kontraktor baru,” katanya.

Akan tetapi, jika depresiasi aset dipercepat, kelemahannya adalah kontraktor lama tak akan mau berinvestasi di akhir masa kontrak. Sebab, biaya yang dikeluarkan di tahun terakhir tentu tak bisa didepresiasi di tahun yang sama. Dan solusinya, Pertamina harus masuk sebelum PSC kontraktor lama berakhir, seperti di Blok Mahakam. Pertamina yang mengeluarkan biaya investasi untuk tahun terakhir kontraktor lama.   (us)




Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *